Search This Blog

Saturday, 19 September 2020

Mbak, Sini Deh!



“Mbak.. sini deh.. aku tunjukin”,  sembari Nunuk menarik tanganku  menuju kamar mama. Dia mengambil dompet kecil mama dan mengeluarkan beberapa carik kertas yang sudah kusut bekas diremas tak beraturan dan menyerahkannya padaku.

Dalam keadaan bingung aku membuka kertas-kertas tersebut dan membaca isinya. Dooorrr!!!.

“Aku temukan itu tadi waktu mau nyuci jaketnya mas Rangga, trus aku kasih ke ibu”, kata Nunuk tanpa menunggu aku bertanya. “Oleh ibu dibaca lalu kertas-kertas itu dimasukkan ke dompet”, Nunuk menambahkan sambil melihat ekspresiku. 

“Ibu sedang apa waktu kamu kasih kertas itu?“.

 “Baru dari rumah bu RT menyiapkan acara nanti malam”, “Abis baca langsung masuk kamar, keluar dan pergi lagi ke rumah bu RT sampai sekarang bareng ibu-ibu yang lain bantuin buat acara malam tahun baru”, Nunuk nyerocos sambil melihat ke mataku.

Aku melanjutkan membaca empat lembar kertas sobekan dari buku notes kecil berwarna biru, apa hijau aku tidak seberapa memperhatikan, yang biasanya dipakai untuk menulis diary remaja zaman dulu.

Aku berusaha tidak menampakkan ekspresi kagetku di depan Nunuk dan menyuruh dia segera mengembalikan ke tempat semula. Nunuk terlalu pintar untuk dibohongi. Walaupun dia agak buta huruf tapi dia pandai baca wajah orang. Aku tidak mau terperangkap olehnya.

“Ooo ini tulisan  biasa! Kembalikan ke tempat semula supaya ibu gak tau”  kataku.

Lalu kami keluar dari kamar ibu, melanjutkan kegiatan masing-masing. 

Aku baru pulang kerja, baru melepas sepatu dan meletakkan tas kerja di meja belakang. Yang kupikirkan hanya ingin mandi dan biasanya makan masakan ibuku terlebih dahulu baru istirahat, nonton TV sambil ngobrol menunggu sholat maghrib bersama keluarga besar. 

Aku membiasakan menyantap masakan ibu yang memang selalu kurindu, walaupun masih kenyang aku akan tetap makan walau sedikit. Suatu bentuk sederhana penghargaan pada ibu yang menyiapkan masakan untuk keluarga.

Tapi hari  itu, setelah membaca kertas-kertas itu pikiranku berkecamuk. Mencoba tak percaya dan membayangkan seperti apa ekspresi ibuku.

Tidak sabar aku menunggu ibu. 

Tapi aku tidak menemukan ekspresi berbeda saat bertemu dengannya sore itu.  Mungkin beliau terlalu sibuk dan menikmati menyiapkan acara malam tahun baru di kampung kami bersama ibu-ibu RT. Hingga malam berlalu...

“Mbaaak sini deh!” sambil mengedipkan mata menunjukkan bahwa “‘jangan ketahuan yang lain’, ibu mengajakku ke lantai atas. 

Dada ku berdegup kencang, aku tahu ibu akan menunjukkan apa padaku. Aku sebenarnya sangat tidak siap menghadapi itu, aku tidak siap melihat ekspresi ibu saat menyampaikannya, aku tidak siap menghadapi kenyataa bila itu benar. Sambil berdoa aku mengikuti ibu ke lantai atas rumah kami.

“Kemarin mama dikasih ‘ini’ sama Nunuk”, sambil menunjukkan kertas-kertas yang kemarin sudah aku baca. Aku berusaha pura-pura baru tahu dan pura-pura membaca ‘surat’ itu. 

Lalu aku melihat ke mata ibuku, beliau tampak tegang, berusaha menahan emosi, bicaranya masih tenang, berbeda dengan aku yang gemetaran. Entah apa yang kupikirkan sudah gak jelas.

Gini aja, ma.. aku akan panggil Dewi ke atas sini tanpa ketahuan yang lain. Aku akan alihkan keluarga yang ada di rumah ini agar gak tau kejadian ini.

Akupun turun mencari adikku, Dewi. Kulihat Rangga sedang baca koran di teras. Dewi sedang di kamarnya membereskan barang untuk dibawa pulang ke rumah mereka nanti siang. Dewi dan Rangga sudah menikah sekitar 3 tahun lalu tapi belum dikaruani anak. Mereka sedang berusaha, sudah ke dokter tapi belum berhasil.

Kami sekeluarga semenjak papa meninggal, membiasakan bila ada waktu pada malam tahun baru berkumpul bersama di rumah orang tua kami. Menemani mama agar tidak terlalu kesepian dan merasa sendiri saat hingar-bingar keramaian di luar rumah. Dulu, pada saat ada papa kami berdoa bersama menyambut malam tahun baru. Hal indah itu yang ingin kami lestarikan bersama keluarga, berkumpul, bercengkerama, berdoa bersama dan menyampaikan resolusi kami bergantian. Jarang diantara kami yang berpesta tahun baru di luar, kecuali ada undangan acara kantor.

Tapi berbeda tahun baru kali ini, 

Sambil berbisik aku menghampiri adikku Dewi, “dipanggil mama, di atas” sambil telunjuk tanganku di bibir, menyampaikan agar jangan ketahuan yang lain. 

Adikku Dewi menurut saja tanpa bertanya. Aku tunggu di bawah tangga. Menjaga kemungkinan terburuk.

Beberapa saat kemudian Dewi turun. Agak tergesa. Sempat kulihat wajahnya.. tampak panik berjalan ke teras memanggil suaminya dan merekapun masuk kamar. Tidak terdengar keributan. 

Sekitar lima belas menit kemudian ibuku turun dengan wajah datar dan mata merah berjalan menuju kamar adikku tanpa aku sempat bertanya pun menghalangi. Tetap tidak terdengar keributan. Rupanya mereka berbisik. Marah tapi berbisik. Mereka sadar, mereka tidak mau aib keluarga diketahui tetangga, sementara rumah kami berada di ‘gang kelinci’ yang hanya dibatasi tembok pembatas tipis.  Beruntung ayah kami membuat pembatas, jarak semacam gang yang cukup sebadan orang dewasa di sekeliling rumah saat pertama membangun rumah kami agar ada udara dan matahari bisa masuk rumah.

“Bagaimana ma”, tanyaku setelah mama keluar dan menarikku ke lantai atas lagi.

Beruntung minggu pagi itu, anggota keluarga lain masih sibuk di kamar masing-masing. Jadi tidak ada yang memperhatikan kegiatan ‘hebat’ kami bertiga.

“Mama minta Rangga segera menyelesaikan perceraiannya dengan istri pertamanya! Mama kasih waktu 3 bulan maksimal”

“Bagaimana dengan Dewi”, tanyaku..

“Dewi memaafkan, melihat kesungguhan Rangga bersujud cium kaki mama, minta maap beralasan tidak punya uang yang cukup untuk mengurus perceraian, dia mengakui punya 2 anak yang sudah SMA dan satunya mau masuk SMP. Anak yang di surat dimintakan uang sekolahnya”. Ini yang membuat Dewi trenyuh. Dia marah karena dibohongi selama 3 tahun, suaminya mengaku single tapi ternyata sudah pernah menikah, proses cerai yang menggantung hingga saat itu. 

Adikku terlalu baik dan lugu? Entahlah!

“Yang tiga tahun lalu menjadi pendamping pengantin mereka adalah orang bayaran untuk mengaku sebagai wakil keluarga”, sedangkan ibu kandung Rangga terlalu tua dan tidak mungkin hadir saat pernikahan mereka. Juga kakak kandung Rangga yang harus jaga ibu mereka tersebut. Hal ini sudah dibuktikan adikku saat perkenalan mereka pertama kali ke kampung halaman Rangga”, lanjut ibuku berusaha menjelaskan dengan tegar namun air mata tak bisa dibendung mengalir deras di pipinya yang masih halus mulus di usia 65 tahun. 

“Mama gak kuat, mama salah apa ya kak..” , erang mama sambil menangis, setiap waktu berulang kali, bila akan tidur saat aku menemaninya.

Empat bulan berlalu, tidak ada kabar baik. Mereka berdua menghindar bila ditanya. Berusaha mengalihkan pertanyaan mama tentang  progress perceraian suaminya

Sampai di suatu sore, 

“Mbaaaaaak sini! Tooooolooong!!”, teriak Nunuk asisten rumah tangga kami memanggilku sekuat tenaga memecah keheningan sore menjelang maghrib. 

Tampak mama tergeletak di kamarnya, seperti tidur tapi tak bergerak walau sudah diguncang dibangunkan berulang kali. 

Hanya kami bertiga di rumah. Keluarga lain belum pulang dari tempat kerja.  

Tidak sampai sehari di ICCU, ibu kami tercinta meninggalkan kami dengan tenang tanpa pamit, namun tampak tersenyum meninggalkan kami melepas deritanya, dengan membawa rahasia dan aib besar dari anggota keluarga kami yang lain.. 

Semoga mama berbahagia sudah ketemu papa di alam sana.. 

Al-Fatihah... 


Friday, 18 September 2020

PUISI-kan Aku



Tak terbiasa
Mengungkap kata
Mengolah cerita

Seperti kata Pujangga

Hanya  merenung
Kalbu berkalbu
Mencoba merangkai 

Kata indah bagai Pujangga

Apa yang terjadi
Dibayangkan nanti
Sirna dan berganti kini

Tapi tak semudah para Pujangga..


Tuesday, 15 September 2020

Bubur Suro

 


Bila melihat foto Bubur Suro seperti di gambar ini (credit to:@Indrajied) selalu mengingatkan masa kecilku di suatu kota kecil di Madura saat masih Sekolah Dasar,  mengikuti orangtua/ayah yang bertugas di Kota Garam tersebut.  

Bubur Suro  ini menjadi salah satu unsur dalam tradisi perayaan malam 1 Suro yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur sejak dari berabad-abad lalu, sehingga menjadi lambang atau ikon dari perayaan tersebut. Menjadi semacam ‘tidak sah’ bila tidak ada sajian kuliner Bubur Suro ini.

Sajian bubur Suro dihadirkan menjelang 1 Suro penanggalan Jawa, memperingati dan menyambut tahun baru Islam yang akan datang. Biasanya para tetangga saling mengirim hantaran kuliner ini menjelang sore.

Ibuku juga membuat bubur ini yang mereka sebut "tajin sorah" atau bila orang Jawa menyebutnya “jenang suro” untuk hantaran ke tetangga sebagai bentuk silaturrahim. Yang aku ingat, kami saling mengirim bubur yang disajikan dalam piring makan menggunakan alas daun pisang yang dipotong bundar mengikuti ukuran piring.

Kemudian bubur suro Jawa Timur atau bubur suro Madura ini disajikan dengan topping yang menggugah selera seperti perkedel, sambal goreng teri kacang tempe kering, telur dadar diiris tipis memanjang, opor ayam dan tahu yang dipotong dadu kecil-kecil.

Sesuai selera pembuatnya, ada juga yang menambahkan taoge/kecambah kecil yang masih mentah, ada pula yang menambahkan kelapa diiris tipis-tipis halus untuk mendapatkan sensasi “krius-krius” saat dikunyah. Akan menjadi  semakin menggiurkan bilai disertai garnish irisan cabe merah dan daun seledri.

Bubur Suro terbuat dari beras, santan, dengan tambahan bumbu dan pelengkap seperti bawang merah, bawang putih,garam, jahe, sereh, kemiri, ketumbar, sedikit jinten, daun jeruk, daun salam, santan kental, sedikit kunyit (bila suka) untuk kuah santannya  .

Dari bahan-bahan tersebut, bisa terbayang bagaimana nikmatnya rasa bubur ini, gurih sedap dan sedikit pedas yang membuat ketagihan. Tidak akan cukup seporsi bila sudah sempat mencicipinya. 

 

SECOND ACT - resensi film


 

Secara tidak sengaja saya nonton film ini, saat rehat sambil makan malam. Nontonnya tidak dari awal dan saya tidak tau sudah berapa lama saya ketinggalan tayangan ini. Namun demikian cukup dapat memberikan sedikit gambaran tentang jalan ceritanya. Masih penasaran ingin nonton secara utuh bila ada kesempatan.

Judulnya “Second Act” , bergenre drama komedi, disutradrai oleh Peter Segal. 

Yang membuat saya tertarik kemudian memutuskan menonton sampai selesai walaupun sambil mengantuk adalah ketika  melihat para pemainnya Jennifer Lopez, Vanessa Hudgens dan Leah Ramini, kemudian ada juga Treat Williams, Milo Vanentimiglia dan beberapa pemain lain yang wajahnya cukup familiar bagi saya.

Adalah Maya Vargas yang diperankan oleh Jennifer Lopez, seorang pekerja swalayan yang tak henti-hentinyanya dihadapkan pada masalah hidup yang berat, yang menginginkan kehidupan yang lebih baik, namun situasi lebih sering tidak mendukungnya. Ia harus berhadapan dengan kerasnya dunia kerja di New York. Kontribusi besar Maya terhadap pasar swalayan itu tidak dihargai oleh atasannya. Sampai akhirnya  posisinya terancam dan tergeser oleh orang yang ‘bertitel’ karena Maya bukanlah seorang sarjana, bahkan ia tidak lulus SMA.

Pada suatu kesempatan, tiba-tiba Maya mendapatkan panggilan interview dari sebuah perusahaan besar, yang sebenarnya ia tidak pernah melamar. Saat tiba di meja reception sudah banyak pelamar yang datang, namun Maya sudah langsung disuruh masuk dan ternyata langsung diminta bertemu dengan pimpinan, sekaligus pemilik perusahaan tanpa melalui bagian Personalia. Maya langsung ditawari untuk mengisi posisi sebagai Konsultan Eksekutif yang sama sekali tak terbayang sebelumnya olehnya.

Yang membuat Maya semakin terkejut adalah saat pemilik perusahaan, Anderson Clarke ( diperankan oleh Treat Williams) membacakan CV-nya yang menyatakan bahwa Maya adalah lulusan Harvard University dengan predikat cum laude, serta sederet prestasi dan pencapaian yang sangat membanggakan di curriculum vitae tersebut! 

Untungnya Maya bisa menguasai keterkejutannya akan dari mana tiba-tiba CV itu berasal, siapa yang mengarang dan mengirimkan dengan tanpa menimbulkan kecurigaan pemilik perusahaan. Ia menghadapi dilema berat, antara menerima tawaran pekerjaan sebagai  konsultan eksekutif  itu dengan tetap berbohong atas CV palsu-nya tersebut  atau bertahan disepelekan, diperlakukan tidak adil di tempat kerjanya saat ini dan mengakui kebohongannya. 

Dari sinilah kehidupan Maya berubah. Dia menerima tawaran pekerjaan sebagai Konsultan Divisi Pengembangan Produk di Franklin & Clarke.  Ia mendapatkan fasilitas mewah dan otomatis menaikkan status sosialnya

Pada saat itu juga ia harus berhadapan dengan hal-hal menegangkan sekaligus kocak saat Maya, yang karena di CV-nya disebutkan ia fasih berbahasa Mandarin, Maya diminta menemui investor dari Tiongkok yang hanya bisa berbahasa Mandarin. Juga peristiwa mengharukan, disaat ia harus berhadapan dengan Zoe (Vanessa Hudgens) eksekutif perusahaan yang juga putri dari sang pemilik perusahaan, yang ternyata dikemudian hari diketahui bahwa Zoe adalah anak kandungnya yang diadopsi saat Zoe masih bayi oleh keluarga boss-nya ini.  Ada juga rekan kerja yang curiga dan meragukan kapasitas Maya yang disebut sebagai salah satu lulusan terbaik Harvard.

Beban Maya bertambah ketika ia dan timnya harus berinovasi dalam menyiapkan produk baru. Hal ini sangat penting, karena reputasi Maya dipertaruhkan.

Kisah di film ini sangat menarik, yang sebenarnya sering kita temui di lingkungan kerja, dimana kecerdasan seseorang hanya dinilai dari secarik kertas bernama ijazah dibanding keterampilan dan pengalaman kerja dari seseorang. 

Alur ceritanya cukup bagus, lebih kepada kritik sosial terutama  bagi para atasan di perusahaan untuk menghargai loyalitas dan dedikasi tinggi pekerjanya, tanpa harus selalu mempermasalahkan gelar pendidikannya dan lulusan dari kampus mana.

Semua pesan di atas disampaikan dengan sangat manis, ringan dan mudah dipahami karena dibalut komedi persahabatan, percintaan dan drama keluarga.

Lalu, bagaimana kelanjutan kisah Maya Vargas? Bisakah dia mempertahankan semua yang didapatkan saat ini? Atau, ia harus rela kehilangan semuanya? 

Bila penasaran, sama seperti saya yang belum menonton dari awal, mari kita saksikan di film Second Act.



Maya, a lady with little educational qualification but abundance of street smarts, lands a job in a corporate firm when a friend creates a fake profile for her. She must now live the lie convincingly.
Release dateFebruary 13, 2019 (Indonesia)
Box office72.3 million USD
Budget16 million USD


Sunday, 13 September 2020

Tentang DEWEY



Judul buku : DEWEY - Kucing Perpustakaan Kota Kecil yang Bikin Dunia Jatuh Hati

Penulis: Vicki Myron dan Bret Witter
Penerbit: PT.Serambi Ilmu Semesta


Buku ini sudah langsung mencuri perhatian dan membuat saya penasaran pengen baca sejak pertama kali dipublikasikan. Terbitan Grand Central Publishing, New York pada tahun 2008. Kemudian diterbitkan di Indonesia, edisi pertama pada September 2009 dan diterjemahkan oleh Istiani Prajoko.

  
Buku setebal 400 halaman ini menceritakan kisah nyata, seekor kucing bernama “Dewey”, anak kucing jalanan yang ditemukan pertama kali oleh direktur perpustakaan,  Vicky Myron pada suatu pagi musim semi terdingin di tahun 1998.  Ketika itu usianya baru sekitar 8 minggu dan dibuang oleh orang tak dikenal pada suatu malam, dijejalkan bersama buku-buku ke  lubang di dalam kotak pengembalian buku di Perpustakaan Umum Spencer, Iowa, Amerika Serikat.

 
Dewey ditemukan keesokan harinya, dalam keadaan gemetaran, badan dingin, kurus kering dan tampak lemah hingga tak mampu bersuara dan mengangkat kepalanya. Dalam keadaan yang hampir mati beku kedinginan itulah Vicky dan Jean, Asisten Direktur perpustakaan, berhasil menyelamatkan si anak kucing ini dan segera memandikan dan menghangatkannya. Tadinya mereka kira Dewey berwarna abu-abu, namun setelah dikeringkan dengan hairdryer ternyata berbulu panjang warna jingga yang  indah. Sejak saat itu Perpustakaan Spencer menjadi rumah bagi si anak kucing cantik ini.



Yang membuat menarik dari buku ini adalah 
Dewey berhasil mencuri hati dan perhatian hampir semua orang, mulai dari  para pegawai perpustakaan sejak hari pertama ia ditemukan, serta menarik pengunjung mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, bahkan kakek nenek untuk datang ke perpustakaan. Jumlah kunjungan ke Perpustakaan Spencer bertambah secara mencolok. Perpustakaan yang biasanya sepi, orang-orang yang sebelumnya tidak pernah datang menjadi sering berkunjung dan tinggal lebih lama di perpustakaan dibanding sebelumnya.


Masyarakat sekitar mulai membicarakan Perpustakaan Spencer. Dewey menjadi popular. Sikap manisnya terhadap pengunjung perpustakaan membuat Dewey menginspirasi bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Tidak hanya warga kota Iowa saja yang mencintai Dewey, bahkan orang-orang dari luar kota yang jaraknya puluhan hingga ratusan kilometer dari Iowa pun rela berkunjung ke Perpustakaan Spencer demi bertemu Dewey.


Dari keseluruhan kisah mengenai Dewey dalam buku ini, kita akan menemukan kisah menakjubkan dari seekor ‘kucing
 buangan’ yang dapat mengubah sebuah per­pusta­kaan kecil menjadi daya tarik wisata, memberi inspirasi penduduk sebuah kota, serta mempersatukan warga di seluruh kawasan sehingga  pelan-pelan menjadi terkenal di seluruh dunia! Buku yang diangkat dari kisah nyata ini sangat menyentuh hati, haru sekaligus lucu dan memberi inspirasi bagi para pembacanya untuk berpikir positif di tengah segala kesulitan hidup yang menerpa.


 

 


Saturday, 12 September 2020

Pengen Bisa Nulis? Aaah Gampang!!


 

Bener banget! Apalagi kalo sedang marah, kesal dan gak puas dengan apa yang terjadi. Bagi sebagian orang yang sulit merangkai kata untuk bisa ngomel atau memarahi apalagi memaki orang, mungkin akan lebih mudah menuliskan kekesalannya menjadi sebuah tulisan entah dimana saja yang penting bisa meluapkan amarah tanpa menyakiti orang lain. 


Nah masalahnya.. (alasan klasik yang sering dijadikan sebagai pembenaran), bila kita diberi tugas menulis pada saat yang tidak tepat, yang pada saat bersamaan ada kegiatan lain ditambah kerjaan kantor yang harus diselesaikan, lalu melihat temen-temen kelas menulis online sudah memposting tugasnya,.. wuiiiih langsung auto panik melanda! Bisa-bisa mengganggu konsentrasi semua tugas hari itu. 

Akhirnya dipaksakanlah curi-curi waktu untuk menulis. Mulai dengan mantengin laptop, berusaha konsentrasi sambil melirik kiri-kanan takut tetiba ada temen nongol, sembari mikir nyiapin jawaban kalo ketahuan korupsi jam kerja.. hahhaaa sesekali boleh kan ya... eh, boleh gak sih..? tapi semakin berusaha semakin aja gak keluar ide mau nulis apa! Akhirnya nyerah! kemudian berjanji pada diri sendiri untuk menyelesaikan tugas menulis nanti sore setelah santai di rumah, demi membuktikan bahwa 'Nulis' itu gampang dan Aku sebenernya sudah terbiasa menulis!


Thursday, 10 September 2020

Menulis? Aaah Gampang!



Bener banget! Apalagi kalo sedang marah, kesal dan gak puas dengan apa yang terjadi. Bagi sebagian orang yang sulit merangkai kata untuk bisa ngomel atau memarahi apalagi memaki orang, mungkin akan lebih mudah menuliskan kekesalannya menjadi sebuah tulisan entah dimana saja yang penting bisa meluapkan amarah tanpa menyakiti orang lain. 

Nah masalahnya.. (alasan klasik sebagai pembenaran), bila kita diberi tugas menulis pada saat yang tidak tepat, yang pada saat bersamaan ada kegiatan lain ditambah kerjaan kantor yang harus diselesaikan, lalu melihat temen-temen kelas menulis online sudah memposting tugasnya,.. wuiiiih langsung auto panik melanda! Bisa-bisa mengganggu konsentrasi semua tugas hari itu. 

Akhirnya dipaksakanlah curi-curi waktu untuk menulis. Mulai dengan mantengin laptop, berusaha konsentrasi sambil melirik kiri-kanan takut tetiba ada temen nongol sambil mikir nyiapin jawaban kalo ketahuan korupsi jam kerja.. hahhaaa (sesekali boleh kan ya..? eh boleh gak sih..), tapi semakin berusaha semakin aja gak keluar ide mau nulis apa! Akhirnya nyerah, janji pada diri sendiri untuk menyelesaikan tugas menulis nanti sore setelah santai di rumah, untuk membuktikan bahwa “Ternyata Aku Biasa Menulis” dan Menulis itu Mudah!.



Tersihir Rindu



Dia ini Wagini, 
mantan asisten rumah tangga di rumah keluargaku, yang menemani dan menghibur ibuku saat ayah kami meninggal dunia, karena kami, aku dan adik-adikku pergi kuliah/bekerja. Yang menemani kami saat ibuku juga berpulang sepuluh tahun kemudian...
sampai akhirnya sekitar 5 tahun kemudian dia dipinang pria yang sekampung dengannya di Kudus, di suatu desa kecil di jawa Tengah, dipertemukan suaminya saat berlebaran di Jawa dan kemudian dibawa suaminya ke kepulauan Riau, Sumatera. 

3 tahun berlalu, kami tanpa Wagini.., tanpa pengganti Wagini..  

Setiap kali telephone-teleponan kami selalu menawarkan untuk kami jemput sekedar liburan 1-2 bulan di rumah kami, tapi Dia selalu pintar berkelit mengalihkan pembicaraan sehingga akhirnya terlupa dengan cerita-cerita kecilnya.... 
Sampai akhirnya pada suatu kesempatan "indah membahagiakan", tanpa diduga Dia terdengar antuasias dan minta waktu ijin ke suaminya untuk "berlibur" ke tempat kami.  

Tidak sampai sehari, dia menelpon kembali menyampaikan bahwa sudah diijinkan suami, siap dijemput, sudah menyiapkan uang untuk transport PP yang sedianya dicadangkan untuk membangun dapur di rumah barunya. Betapa saya terharu Mereka belain memakai uang tabungan untuk Kami, padahal sebelumnya selalu berkelit kalo diajakin, padahal sudah kami sampaikan bahwa semua biaya ditanggung kami, biaya jemput antar kembali sampai ke rumahnya di KepRi. 

oh iya, pada saat Dia setuju dijemput, mereka masih tetap berpikir akan bayar sendiri transport, sampai akhirnya aku jelaskan kembali, uang untuk bikin dapur disimpan aja, semua biaya saya yang tanggung.   

Maka dimulailah petualangan saya menjemput Wagini.
Kisah penjemputan ini sudah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya.

Kisah kali ini saya mau ceritakan betapa saya melewatkan segala ketakutan, kekhawatiran dan lain-lain hal yang sebelumnya saja saya tidak berani pikirkan...  

setelah dari airport naik taxi argo, melalui jalan panjang berdrama pake salah arah seperti yang dimaksud para penjemput (saya dijemput 2 sepeda motor oleh Wagini dan suami serta 1 orang teman mereka). saya sudah agak deg-degan secara sudah lama gak pernah naik motor walaupun membonceng..

Perjalanan akan ditempuh sekitar 35 kilometer menuju rumah Wagini, akan melewati jalanan kebon sawit  di siang bolong panas cetar membahana... 
cihuuuyy.. (menghibur diri sih) 


bentar, ada telpon..
to be continued..
 

 
 

Friday, 4 September 2020

Bye, Nato!






Banyak sekali yang mau diceritakan, tapi selalu aja ada alasan gak jelas, kadang juga gak penting yang bisa buat pembenaran. 

Tiba-tiba sok sibuklah, tugas mendadaklah, harus konsenlah, gak mood-lah dll. yang kalo di-list bisa dibilang haaalllllaaahhh... alessaaaaan.

Kalo baca artikel apalagi ada temen yang bisa bikin tulisan bagus, apalagi bisa bikin buku sendiri seperti yang terjadi baru-baru ini temen SMA share di grup wag, trus kita rame-rame beli dan kumembaca dengan riang dengan bahasa yang gw gak nyangka dia bisa bikin tulisan seperti itu (bukan bermaksud merendahkan, tapi justru sangat kagum). bikin ngiri, seketika itu juga merasa saya juga bisaa… trus pengen nulis. Tapi ya gitu, pengen aja. gak pernah terjadi!! Nato.

Hari ini , tepatnya kemarin, eh tepatnya tanggal 2 September 2020 saya niat banget ikutan kelas online yang sudah menarik hati sejak pertama kali liat ‘iklannya’ – “Nulis & NgeBlog itu asyik” (harusnya insert gambar promonya). Tapi trus baru mendaftar di saat terakhir, xixixii kayaknya saya peserta terakhir yang Alhamdulillah masih dikasih kesempatan untuk benar-benar niat terlaksana, ga sekedar n.a.t.o. karena saya tau kalo ikutan kelas begini pasti banyak tugas yang harus diselesaikan yang mau ga mau harus dilaksanakan kalo ga mau dinilai pemalas, eh apa ya istilah yang benar untuk orang seperti saya…?

Hayoo siapa yang bangga karena kisahnya samaaaaaaaa… NATO!

Nah, saya ngebet banget bisa nulis bagus, pengen ceritain pengalaman jalan-jalan walaupun cuma sekedar sambil berjemur 15 menit di sekitaran kampong tetangga, juga pastinya supaya bisa tetap eksis sambil modus, pamer foto-foto bareng tetangga, foto bareng taman/kebun indah mereka, juga mungkin monument dan gedung-gedung indah yang dulunya sering hanya liat di majalah.. bahkan di khayalan masa kecil..,

Ada satu cerita yang pengen banget saya ceritakan karena tak terlupakan, tak terbayangkan sebelumnya dan sangat bikin saya kagum akan diri sendiri ("sangat" ya, bukan cukup).

Ceritanya, Saya pernah punya asisten rumah tangga yang ikut kami sekeluarga mulai adek terkecil saya masih di bangku sekolah, sampai mau nikah pada waktu itu. Udah kayak keluarga, apalagi dia yang nemenin mama selama 10 tahun lebih semenjak papa meninggal, lalu sampai mama juga berpulang dia yang ngurus kami sampai akhirnya diapun harus pergi meninggalkan kami, menikah dan ikut suaminya ke Sumatera, tepatnya ke Kepulauan Riau. Suaminya tinggal di perkebunan sawit, jadi pengawas dan penunggu kebun kelapa sawit milik orang, disediakan rumah yang hanya mereka berdua saja yang tinggal di situ. Kami masih rutin telpon-telponan kalo senggang, Tapi harus dia yang nelpon. Karena dia harus cari sinyal yang bagus, posisi pewe baru nelpon saya. Konon sih sambil harus bergerak keluar rumah cari sinyal wakakakkak..

Oh iya, namanya Wagini, orangnya jujur dan tampak lugu. Tapi jangan salah menilai dari penampilannya orang gak akan nyangka kalo dia pinter dan cerdas, wah pokoknya top lah, kami bangga punya Wagini.

Kelak akan saya ceritakan tentang “Wagini”, yang kami sayangi.

Saat ini saya mau cerita tentang saya, yang sangat bangga dengan apa yang saya alami saat kunjungan ke rumah Wagini. Mungkin bagi orang lain ini pengalaman biasa aja, tapi bagi saya sangat luar biasa. 

Hmm.. kapan lagi bisa bangga sekaligus sombong.   

Alkisah... (ciyee udah kayak hikayat dongeng jadul), ...sekitar 3 tahunan lalu saat adik bungsu saya mau menikah, saya iseng nawarin Wagini ke Surabaya, Sebenernya sudah sering saya isengin mau jemput dia main ke "jawa" tapi selalu ditolak dengan berbagai alasan. tapi kali ini berhasil, dia mau.

Saya tawarin jemput untuk menghadiri pernikahan adik saya tersebut karena kami merasa dia sangat berjasa buat kami selama ini, dia berhak ikut gembira sekaligus berlibur setelah sekian tahun di hutan, dengan hadir di acara bahagia keluarga kami saat itu. Juga bisa sekalian ketemu emaknya di desa, bisa ketemu teman2nya dan tetangga di rumah kami yg juga sangat menyayangi Wagini.

Mungkin timbul pertanyaan, kenapa gak dikasih tiket aja suruh berangkat sendiri ke Surabaya,, ya kaaaliii… Pekanbaru Riau-Jkt/Batam- Surabaya pake transit pindah pesawat pula. Si Wagini yang buta huruf (tapi cerdas dan pinter banget) ini bisa ilang di jalan. Ga ada yang jual di onlenshop buat nggantiin dia.

Tanggal penjemputan sudah ditentukan, berbekal petunjuk dari suaminya dan teman mereka yang dipercaya tau “jalur perjalanan yang akan saya tempuh” bahwa saya disuruh naik taxi dari airport nanti turun di desa “Anu” (lupa namanya, ..nanti deh sy update).

Sebelum beli tiket PP, Wagini berkeras saya nginep di rumahnya semalam saja karena katanya  perjalanan ke rumahnya sangat jauh. Bisa kemaleman di jalan dll. dsb, ga tau kenapa saya kok nurut aja, secara sebenernya saya tidak mudah percaya pada orang lain. Dan…cataaatttt ya,,,, bahwa sayatuh  P.E.N.A.K.U.T….!!!!

Krik… krik…heloooo.. ada akuaaa…

Tiba di airport Riau, saya ke tempat pembelian tiket taxi offical airpot (supaya aman), trus lanjut ke lokasi taxi (ternyata bayarnya ga di taxi counter, tapi ntar bisa langsung ke driver) manut aja saya. Saya sudah pasang google map “mute” buat jaga2 aja ke lokasi “meeting point” dengan Wagini & the gank.

Ke pak Taxi saya tunjukin alamat, lokasi perkiraan saya turun di tempat yang cukup terkenal/dikenal katanya, karena juga jalan raya lintas Sumatera.

Antara gugup, gembira dan gak jelas sebenernya perasaan saya saat itu, saya sempatkan baca doa2 ayat showroom (udah bukan hanya surat/ayat kursi lagi, tapi segala ayat doa yang saya inget), Bismillah saya naik ke taxi, sambil liat pemandangan kiri kanan setelah keluar lokasi airport, sambil sebelumnya sudah telponan info kalo saya otw ke wagini, maka dimulailah perjalanan tak terlupakan ini.

Sekira sudah setengah jalan yang diperkirakan para penjemput, mereka telepon nanyain sampe mana… saya liat keluar taxi, info sampe di Anu di desa Anu.. sayapun liat Google map saya, dan saya melirik jg masih sesuai dg GPS pak Taxi,

 Tapi jawaban dari para penjemput yang ngecek di telepon yg bikin saya kaget. “mbak, kok lewat situ, harusnya setelah dari airport keluar ke kanan, langsung ke kiri luruuuuuussss ajaaa ikutin petunjuk ke desa Anu”

 ......jreeeeenggg…....$##@%&####*%4$##*** 

Bayangkan perasaan saya seperti apa, sendirian di taxi di jalanan lintas Sumatera setengah perjalanan yang katanya salah jalan, (gak salah sih tapi muter, lebih jauh).  

Naik taxi-nya ternyata pake argo!! whattt!

Ini baru saya ketahui setelah di luar airport, kata pak taxi kalo lokasi tujuan sekian kilometers harus pake argo!! 

Hahhahaaa…. Lucuuuuuuuk!

Trus pak taxi ngeluarin secarik “karcis” disitu ada nama kota/desa dengan harga/biaya sesuai tujuan (kek karcis Damri airport). Tapi yang akan saya tuju ternyata gak ada nama desanya, hanya tertera "kabupaten, Kampar". idiih kenapa juga mbak2 yg tadi di taxicounter gak ngemeeeeng! (tapi ternyata ini sering terjadi di kota-kota gak besar!). Ntar kali harus saya share juga "tips cari taxi di airport kota gak besar" ya?

..Baiklah….

Masih saya simpan tiketnya buat kenang-kenangan, ntar saya cari and share di sini, juga ntar kalo ketemu foto2nya juga,  Karena saya sempat turun, foto di bawah spanduk (tetep narsis) yang ada nama dusun/desa lengkap. Yang ternyata ga ditemukan di google map! hahahaa…

ohiya, itu foto yang di atas, itu dulu rumah mereka, , yang saya sempat nginep semalam (aja), satu-satunya rumah di sekian ribu hektar lahan sawit. mereka sekarang sudah pindah rumah baru, tembok permanen, bagus, saya sudah kesana. dan mereka juga punya beberapa tetangga. alhamdulillah,,

(catatan penting nih yang setelah jauuuh dari tempat itu, yang dikemudian hari saya tau dari Wagini, setelah sebulan saya sudah kembali ke ibukota, ternyata di lokasi ituu... aduuh ga tega mau ceritain, . Hiiiyyy... ga sangguplah rasanya mau cerita.. lainkali aja..)

Di bawah ini juga ada foto ayam-ayamnya Wagini, ada sekitar 50 ekor; trus yang belakang itu, "sumur kamar mandi terbuka". udah kayak di sinetron-sinetron gitu deh waktu gw mandi di situ.. ahahha itu salah satu cerita 'hoyoy' yang membuat saya kagum pada diri sendiri.






pssssttttt...tapi kayaknya ceritanya bersambung deh yaa..

SiKoceng sudah mulai erorrr, nulis sudah ga fokus..mungkin dia Lelah abis dibongceng naik motor sekitar 35 kilometer melintas kebon sawit nan sepi senyap di jalanan terjal berbatu berdebu dan panas terik matahari tengah hari cetarrr membahanaa.. trus harus nulis tugas wajib setor sebelum jam 17,, hihihii..

Akuaa mana akuaaa..


btw, sebelum lupa ini ada foto, saya ambil dari IG hahhaa...di depan rumah lama Wagini and her lovely hubby 


insya Allah ceritanya bersambung....